#Hutanriau (Rabu, 29/8) – Bendera merah jatuh, lelo pun berdentum, tanda dilepas untuk berpacu. Anak pacu bernafsu mengayunkan “kanyuah” (bahasa lokal dayung) agar jalur melesat menyalip lawan. Ardian, pak wali Air Buluh sebagai timbo ruang di jalur Keramat Sakti Kampung Lului meniup peluit untuk memberi aba-aba supaya seluruh anak pacu menganyuah serempak. Biasanya timbo ruang juga akan membuang air sungai yang masuk ke perahu. Selain timbo ruang, ada juga tukang tari biasanya bertugas menari-nari dibagian depan perahu untuk memberi semangat. Ada pula tukang onjai yang berdiri dibagian belakang jalur, mereka biasanya pemberi irama bagi jalur, sehingga jalur akan lebih cepat dan mudah didayung.
Air Buluh, salah satu desa di Kabupaten Kuantan Singingi perdana tampil di gelanggang Festival Pacu Jalur. Di momen perdana ini, Air Buluh menyewa jalur dari desa Kopah, kecamatan Kuantan tengah. Jalur adalah perahu dengan panjang sekitar 30 meter yang dapat memuat ±50 pendayung yang disebut “anak pacu”. Jalur dari Air Buluh diberi nama Keramat Sakti Kampung Lului. Menurut kepala desa Air Buluh, Ardian (27), nama tersebut dipilih karena Kampung Lului adalah kampung lama di desanya dan dipercayai sebagai kampung keramat.
Ardian yang kerap disapa pak Wali (sebutan untuk kepala desa) mengakomodir keinginan para pemuda yang sejak lama ingin berpartisipasi dalam festival ini. “Saya berharap desa kami bisa mengikuti iven ini setiap tahun, bukan hanya pada iven besar seperti hari ini, tapi juga iven-iven rayon”, ungkapnya. Namun ikut berlomba pada festival ini tidaklah murah, desa harus mengeluarkan tidak kurang dari 9 juta rupiah untuk menyewa jalur dan keperluan lainnya.
Meskipun kalah dalam babak penyisihan melawan Satria Muda Panglima Kuantan dari desa Lubuk Tarontang, setidaknya Air Buluh telah tampil di gelanggang. Pak Wali menambahkan selain menstimulan pemuda dalam membangun desa, ia ingin memperkenalkan Air Buluh pada masyarakat luas. Beliau merupakan salah satu kepala desa termuda se-Kabupaten Kuantan Singingi, yang terpilih di 2017 lalu.
Festival ini telah menjadi tradisi tahunan di Kabupaten Kuantan Singingi. Festival yang telah diadakan lebih dari seratus tahun ini telah masuk dalam kalender wisata nasional, juga menjadi salah satu destinasi wisata budaya yang dipromosikan pada “Riau Menyapa Dunia”.
Selain pacu jalur, pak Wali juga telah mendukung inisiasi pemuda dalam menjaga Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB), yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH) Bukik Ijau dan Sungai Manggis Sejahtera. Kedua KTH ini bergairah meningkatkan perikehidupan masyarakat desa melalui agroforestry. Jernang atau Dragon’s blood adalah komoditas utama yang mulai dibudidayakan di Air Buluh sejak 2 tahun lalu.
Apakah pemuda-pemuda ini mampu menjaga HLBB yang juga dikenal sebagai teritori Harimau Sumatera? Hmm, #ayokeriau kunjungi desa Air Buluh yang hingga saat ini telah mengklaim setidaknya 900 dari 40 ribuan hektare HLBB menjadi wilayah kelola kedua KTH. Artinya, kedua KTH ini telah berkomitmen menjaga 900 hektare ini dari perambahan dan illegal logging. Dan saat ini 60 hektare wilayah kelola tersebut telah ditanami Jernang dan direncanakan di 2019 ini penanaman seluas 500 hektare tanaman lokal bernilai ekonomi tinggi lainnya.
Gelora penyelamatan hutan ini tidak bisa dilakukan sendiri, KTH dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Singingi didampingi oleh Yayasan Hutanriau bekerjasama dalam melaksanakan program dari Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Indagiri Rokan (WA).