Kelompok pembalak liar dan perambah hutan diduga membakar pondok Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukik Ijau yang sejak dua tahun terakhir beraktifitas menjaga Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB) melalui kegiatan agroforestry.
Bukit Betabuh dikenal sebagai penghubung (koridor rimba) antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SM BRBB). Sebagai koridor, HLBB menjadi habitat sekaligus lintasan satwa kunci termasuk Harimau Sumatera, Pangolin, Rusa Sambar (Cervus unicolor), Kijang (Muntiacus montanus), Kuau Raja (Argusianus argus), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Harimau Dahan (Neofelis nebulosi and Kucing Hutan (Felidae family).
Selain satwa, banyak juga potensi kayu bernilai tinggi, buah-buahan dan rotan, seperti: Jernang (Daemonorops Draco) dan Manau (Calamus manan). Dan berbagai cendawan (Fungi) termasuk jenis cendawan Susu harimau (Lignosus rhinocerus) yang digunakan sebagai bahan obat-obatan.
“Hari ini kami akan berjuang dan bangkit, melaporkan pada pihak berwenang. Setelah kasus ini selesai, baru kami akan berduka selama satu hari”, seru Ketua KTH Bukik Ijau, Hendri Yanto (38), melalui pembicaraan via telepon, Minggu (4/11).
“Pondok itu dibangun dengan kerja keras dan keringat petani, kami mendukung mereka mendirikan pondok itu sebagai simbol bahwa negara hadir dalam meningkatkan perlindungan hutan melalui (inisiatif) agroforestry yang akan meningkatkan kesejahteraan. Dengan rutin merawat Jernang yang mereka tanam, sekaligus membantu menjaga hutan dari pembalak liar dan perambah.” Jelas Haris, staf Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Singingi saat dikonfirmasi, Minggu (4/11).
Sejak 2016, Yayasan Hutanriau telah mendampingi kelompok tani hutan (KTH) di desa Air Buluh. Mayoritas penduduk desa itu masih bergantung pada sungai (batang) buluh sebagai sumber utama pemenuhan air bersih. Desa ini terletak di perbatasan Provinsi Riau – Sumatera Barat. Sejak itu pula KTH-KTH di desa tersebut mulai menjaga HLBB dan 75% masyarakatnya telah beralih profesi dari pembalak liar menjadi penjaga hutan. Hingga kini, kelompok-kelompok ini telah berhasil menjaga 900 hektare wilayah HLBB dari para pembalak liar dan perambah.
“Kami berharap penegak hukum melakukan penyelidikan tuntas terkait kasus ini. Kami menduga, ini bukan persoalan satu atau dua pelaku. Tapi ada kepentingan besar berada di belakangnya. Karena tidak mungkin pelaku senekat itu membakar habis pondok beserta bendera merah putih yang berkibar di kawasan hutan lindung” terang Melki Rumania, Direktur Program Yayasan Hutanriau, Minggu (4/11).
HLBB terdesak terutama dari Provinsi Sumatera Barat, karena HLBB berbatasan langsung dengan perkebunan kelapa sawit di provinsi tersebut. Oleh karena itu, KPH Singingi terus berupaya membangun kolaborasi bersama masyarakat untuk menjaga HLBB.