Pekanbaru, 1/4 – Masyarakat desa-desa sepanjang Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB) siap mendukung konsep Riau Hijau yang kini tengah dirumuskan oleh Gubernur Riau Syamsuar. Seperti diketahui, dalam program 100 hari kerjanya, Syamsuar sedang merumuskan konsep Riau Hijau dengan melibatkan partisipasi publik.

Dukungan itu disampaikan oleh Duski Samad (41), satu dari puluhan Kelompok Tani Hutan (KTH) yang berada di sekitar Hutan Lindung Bukit Betabuh, Kuantan Singingi. Menurut dia, saat ini seribuan anggota KTH di bawah binaan UPT KPH Singingi dan didampingi Yayasan Hutanriau telah mulai menanam tanaman lokal bernilai ekonomi tinggi di antaranya Jernang.

“Sejak 2016 kami telah mulai menanam Jernang dan tanaman lokal bernilai ekonomi tinggi lainnya untuk meningkatkan penghidupan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian hutan” ujar Duski Samad (41) dari KTH Mandiri, Desa Lubuk Ramo, Kecamatan Kuantan Mudik, Kuantan Singingi, Riau, Senin (1/4/2019).

Jernang adalah resin berwarna merah darah atau merah tua dari beberapa spesies rotan dari marga Daemonorops. Jernang lebih dikenal dalam dunia perdagangan dengan nama dragon’s blood atau darah naga. Seperti tumbuhan rotan lainnya, Jernang membutuhkan tegakan pohon untuk memanjat dalam memperoleh cahaya sebagai sumber energi hidup (asimilasi).

Karena Jernang membutuhkan tegakan pohon maka ketika kita menanam Jernang, juga harus menanam pohon. Dengan kata lain, menanam Jernang dan menjaganya tumbuh, maka sama halnya dengan menanam kembali hutan. Sebab, Jernang butuh hutan untuk tumbuh dan kemudian menghasilkan nilai ekonomi bagi warga petani hutan.

“Inilah kenapa kami yakin bawah komoditas Jerang itu sama halnya dengan simbol melestarikan hutan di Riau. Ini juga berarti semangatnya sama dengan semangat Riau Hijau yang tengah disiapkan oleh Gubernur Riau,” kata Hendri yanto (39), Ketua KTH Bukik Ijau, di Desa Air Buluh.

“Kami telah membuktikan hasil (penjualan) Jernang meningkatkan penghasilan masyarakat. (Hasil) satu hektar Jernang sebanding dengan lima belas hektar sawit,” tambahnya. Hendri sendiri telah menikmati hasil Jernang sejak tahun 90-an.

Sementara itu menurut Direktur HutanRiau, Widya Astuti, untuk mempercepat Riau Hijau seluruh pemangku kepentingan harus ikut berkontribusi.

 

“Inisiatif telah dimulai dari tapak, tinggal dukungan para pihak mulai dari Universitas, Medis, Pemda bahkan Sektor Bisnis untuk bersama-sama mempercepat terwujudnya Riau Hijau,” kata Widya.

 

Menurut Widya, HutanRiau telah bersama dengan warga di sekitar Bukit Betabuh dalam meningkatkan sumber penghidupan bagi masyarakat tanpa menebang hutan alam. Alhasil, para petani yang dulunya pembalak liar kini telah berkomitmen untuk menjaga hutan Bukit Betabuh dengan menanam kembali hutan tersebut.  Komitmen yang kini telah diikrarkan oleh seribuan petani hutan dari puluhan KTH diperkuat oleh dukungan dari UPT KPH Singingi.

“Dukungan dari KPH Singingi ini jelas merupakan model program yang sesuai dengan visi misi Gubernur Syamsuar yang ingin mensejahterakan rakyat tanpa merusak hutan,” kata Widya.

 

Kontak media:

Widya Astuti, Direktur Eksekutif HutanRiau, telp 081276376323

Duski Samad, Ketua Petani Hutan KTH Mandiri, telp 082283526014

Hendri Yanto, Ketua Petani KTH Bukik Ijau, telp 082385746737

 

Catatan Editor

Apa itu Jernang?

Jernang adalah sejenis rotan dari marga Daemonorops. Di Riau ada dua jenis Jernang yang telah ditemukan yaitu Jernang Super dan Jernang Beruk (Kelukup). Sebaran Jernang Super ditemukan di Hutan Lindung Bukit Batabuh (HLBB) sampai ke Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Selain kedua wilayah tersebut, jenis Jernang Beruk juga ditemukan di DAS Kampar terutama Sungai Subayang dan Singingi (https://hutanriau.or.id/jernang-bukit-batabuh-riau/).

Manfaat Jernang

Menurut Toriq (2013), drakohordin merupakan komponen utama dan juga sebagai penciri jernang. Drakorodin merupakan senyawa flavonoid turunan antosianin, pemberi warna alami pada jernang.  Berbagai manfaat senyawa ini dalam bidang kesehatan, meliputi potensi sebagai bahan obat secara biologis dan aktivitas farmakologis seperti antimikrob, antivirus, antitumor, dan aktivitas sitotoksik (Shi et al. 2009; Rondao 2012), bahan obat sariawan, sakit perut, maupun untuk mengatasi gangguan pencernaan (Rustiami et al. 2004; Soemarna 2009). Tambahan pula Jernang juga dimanfaatkan sebagai pewarna  tubuh  (ornamental  body),  pada  umumnya  digunakan  sebagai  pewarna  merah  pada  bagian  sekitar  mata  dan  tato.  Para pelukis   menggunakan   jernang   sebagai   bahan   pewarna   lukisannya   yang   memberikan warna merah ungu yang indah.

Nilai Ekonomi Jernang

Salah seorang petani jernang di Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kab Bener Meriah-Aceh mengatakan, harga buah jernang mencapai Rp. 4 Juta/kg. Disebutkan, saat ini usia tanaman jernangnya mencapai lima tahun, dengan luas kebun dua hektar, dan sekali kutip (memanen) sekira satu ton setengah, dan jika dijual, mendapat Rp. 500 juta sekali panen (http://leuserantara.com/harga-buah-jernang-mencapai-4-juta-per-kilo/)