Jernang Bukit Batabuh, Riau
Pernah dengar Jernang? Jernang adalah sejenis rotan dengan marga Daemonorops. Kata Daemonorops berasal dari bahasa Yunani, daemo dan rhop; daemo berarti setan, dan rhop berarti semak (Mogea 1991). Di Indonesia, genus Daemonorops terdiri dari banyak spesies, yaitu 84 spesies (Beccari 1911), 113 spesies (Dransfield dan Manokaran 1994), 115 spesies (Rustiami et al. 2004).
Menurut Rustiami et al. (2004), dari 115 spesies Daemonorops yang ditemukan di Indonesia, 12 spesies menghasilkan getah, yaitu D. acehensis, D. brachystachys, D. didymophylla, D. draco, D. dracuncula, D. dransfieldii. D. maculata, D. micracantha, D. rubra, D. sekundurensis, D. siberutensis, dan D. uschdraweitiana. Di Jambi, 10 spesies Daemonorops ditemukan, yaitu, D. brachystachys, D. didymophylla (Beccari 1911), D. dracuncula, D. dransfieldii, D. longipes (Dransfield 1984), D. palembanicus, D. singalamus, D. trichrous, D. draco (Dransfield 1992), dan D. mattanensis (Soemarna 2009).
Menurut Heyne (1987), hanya lima spesies rotan menghasilkan getah berkualitas tinggi, yaitu D. didymophylla, D. draco, D. draconcellus, D. motleyi, dan D. micracantha. Dari lima spesies, D. draco menghasilkan getah jernang terbaik, yang memiliki banyak manfaat.
Jernang adalah resin berwarna merah darah atau merah tua dari beberapa spesies rotan dari marga Daemonorops. Jernang lebih dikenal dalam dunia perdagangan dengan nama dragon’s blood atau darah naga. Jernang memiliki banyak nama lokal di Indonesia yaitu rotan jernang, jonang, jaghonang (Riau/ Melayu), limbayung (Sumatera Barat), huar (Dayak-Busang), seronang (Dayak-Penihing), uhan (Dayak-Kayan), badak (Sunda) warak (Jawa). Rotan jernang tersebar di dua pulau, yaitu Sumatra (Jambi, Bengkulu, Riau), dan Kalimantan (Rustiami, 2004). Spesies ini umumnya ditemukan di pinggiran sungai.
Di Riau ada dua jenis Jernang yang telah ditemukan yaitu Jernang Super dan Jernang Beruk (Kelukup). Kedua jenis ini benar-benar berbeda baik dari bentuk daun, akar, buah, lapisan getah (resin) pada buah, batang, tandan maupun usia panen. Sebaran Jernang Super ditemukan di Hutan Lindung Bukit Batabuh sampai ke TN Bukit tigapuluh. Selain kedua wilayah tersebut, jenis Jernang Beruk juga ditemukan di DAS Kampar terutama Sungai Subayang dan Singingi.
Dari Jernang Super terdapat dua jenis pula yakni Jernang Jantung dan Jernang pinang. Kedua jenis ini mulai berbuah rentang waktu 3-5 tahun. Perbedaannya terletak pada tandan dan buah. Tandan Jernang jantung bisa mencapai lebih dari 1 m sedangkan jernang pinang hanya sekitar 0, 5 m. Buah Jernang jantung lonjong sedangkan jernang pinang bentuknya bulat.
Dari Jernang Beruk terdapat tiga jenis yakni Jernang Beruk Super, Jernang Beruk dan satu jenis lagi terdapat di daerah Kampar. Umumnya Jernang Beruk ini sudah mulai berbuah di usia 2 tahun. Jernang Beruk Super dapat dikenali dari batangnya yang sedikit lebih besar dibandingkan jernang beruk lainnya. Dalam setiap cabang tandan, 1 buah paling ujung lebih besar dibandingkan buah lainnya. Jernang Kampar memiliki ciri khas dibanding jernang beruk lainnya yakni bentuk buah bulat dan meruncing disatu sisi (seperti punya ekor runcing) serta kandungan resinnya paling sedikit.
TAKSONOMI
Kingdom/Dunia : Plantae
Phylum : Tracheophyta (berpembuluh)
Class/klas : Liliopsida
Order/ordo : Arecales
Family/family : Noctuoidea
Genus/ : Daemonorops
Specific epithet : Draco – (Willd) Blume
Botanical name/Species : Daemonorops draco (Wild) Blume
Jernang, Komoditas unggulan yang terlupakan
MORFOLOGI
Menurut Yana Sumarna (2004), tumbuhan rotan jernang yang termasuk sebagai tumbuhan liana (merambat) memiliki bagian organ tumbuh terdiri dari:
sebagai tumbuhan palmae liana memiliki system perakaran serabut dengan akar yang bergerak vertical sangat sedikit dibanding dengan akar yang bergerak sejajar dengan permukaan tanah. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa tumbuhan tidak dapat tegak seperti pohon, sehingga untuk tetap tegaknya tumbuhan rotan dalam memperoleh cahaya sebagai sumber energi hidup (asimilasi) diperlukan adanya pohon untuk merambat. Untuk tujuan tegaknya batang rotan, maka secara biologis rotan akan membentuk duri kait serta adanya sulur panjat (flagellum) sebagai alat untuk memanjat dan mengait pada percabangan pohon. Bagian akar khusus untuk kelompok jenis rotan berumpun, bagian akar akan membentuk calon batang (stolon).
dengan bentuk silindris beruas-ruas merata dan atau menonjol, tumbuh tunggal (soliter) atau berumpun. Ukuran diameter batang akan menjadi pembatas dalam kelas peruntukan dalam pemanfaatan untuk tujuan produksi barang jadi.
dengan sifat majemuk dan berpelepah menutupi permukaan ruas batang membentuk tabung, pada masa pertumbuhan vegetatif dan tumbuhan rotan dapat berdiri tegak, pada satuan daun bagian ke ujung akan termodifikasi menjadi duri kait untuk alat bantu pohon dan tegaknya batang.
berupa sulur panjat (flagellum) yang muncul pada pangkal ruas dan umumnya akan tumbuh bila pohon rotan memerlukan alat untuk membentuk tegaknya batang dalam mencari cahaya.
Duri berposisi mengarah ke dalam, secara fisiologis tumbuh pada bagian bawah permukaan tulang daun dan pelepah serta ujung daun, terbentuk sebagai bagian dari kelengkapan hidup dan tumbuhnya rotan dalam mengait pada pohon.
sesuai ragam jenis memiliki bentuk bulat atau lonjong dengan bagian buah terdiri dari kulit buah yang berupa sisik, lapisan dalam berupa selaput yang membungkus daging buah yang bagian terdalam berupa benih dan embrio bahan tananam yang dalam kondisi masak berwarna coklat-hitam. Khusus pada beberapa jenis tumbuhan rotan, khusus dari keluarga Daemonorops sp, pada bagian kulit buah lapisan terluar terdapat produk turunan buah berupa getah berwarna merah.
KANDUNGAN RESIN
Komponen kimia utama pada resin jernang adalah kelompok ester dan drakoresinotanol (57–82%). Selain itu, resin tersebut mengandung berbagai senyawa seperti drakoresena (14%), drakoalban (hingga 2.5%), resin tak larut (0.3%), residu (18.4%), asam abietat, drakorodin, drakorubin, dan beberapa pigmen terutama nordrakorodin dan nordrakorubin (Purwanto et al. 2005). Ada 59 komponen kimia yang ditemukan dalam jernang (Toriq 2013).
MANFAAT
Jernang adalah salah satu obat tradisional terkenal yang digunakan sejak jaman kuno dalam berbagai budaya dunia. Jernang memiliki beberapa kegunaan terapeutik: hemostatik, antidiare, antiulcer, antimikroba, antivirus, penyembuhan luka, antitumor, anti-inflamasi, antioksidan, dll (Deepika Gupta, Bruce Bleakley, Rajinder K. Gupta, 2007 in Review Dragon’s blood: Botany, chemistry and therapeutic uses).
Selain aplikasi obat ini, Jernang juga digunakan sebagai bahan baku pewarna dalam industri marmer, keramik, alat-alat batu, kayu, kertas, vernis, rotan, bambu, dan cat (Badan Litbang Kehutanan, 2004; Johnson, 1997).
Menurut Toriq (2013), drakohordin merupakan komponen utama dan juga sebagai penciri jernang. Drakorodin merupakan senyawa flavonoid turunan antosianin, pemberi warna alami pada jernang. Berbagai manfaat senyawa ini dalam bidang kesehatan, meliputi potensi sebagai bahan obat secara biologis dan aktivitas farmakologis seperti antimikrob, antivirus, antitumor, dan aktivitas sitotoksik (Shi et al. 2009; Rondao 2012), bahan obat sariawan, sakit perut, maupun untuk mengatasi gangguan pencernaan (Rustiami et al. 2004; Soemarna 2009).
Manfaat lainnya ialah sebagai bahan pewarna alami (Winarni et al. 2005; Soemarna 2009), bahan campuran kosmetik, bahan astringen, dan serbuk pasta gigi (Soemarna 2009). Buah ini tidak memiliki kandungan senyawa beracun (Shi et al. 2009).
Resin Daemonorops juga digunakan dalam pengobatan Tiongkok tradisional untuk merangsang sirkulasi, mendorong regenerasi jaringan dengan membantu penyembuhan patah tulang, keseleo dan bisul serta untuk mengontrol perdarahan dan rasa sakit (Bensky dan Gamble, 1993). Manfaat medis, terutama jenis Daemoronops, berasal dari keberadaan asam benzoat yang bersifat antiseptik (Edwards et al. 2003).
Selain manfaat di atas, Jernang juga dimanfaatkan sebagai pewarna tubuh (ornamental body), pada umumnya digunakan sebagai pewarna merah pada bagian sekitar mata dan tato. Para pelukis menggunakan jernang sebagai bahan pewarna lukisannya yang memberikan warna merah ungu yang indah. Pada masa lalu, Jernang juga digunakan sebagai dupa karena baunya yang wangi, maka jernang digunakan sebagai pengganti kemenyan sehingga dinamakan “kemenyan merah”. Namun penggunaan jernang sebagai pengganti kemenyan sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Sumatera, karena orang lebih suka menggunakan kemenyan asli yang harganya lebih murah. Jernang juga dipercaya sebagai bahan penambah tenaga dalam ritual magis. Pembakaran jernang pada dupa menyebabkan meningkatnya tingkat magis pada mantra-mantra yang dibacakan, sebagai penambah minyak dan sabun mandi, dapat juga untuk mengusir setan di sekitar rumah yaitu dengan membakar jernang dan asapnya disebarkan di sekeliling rumah. Jernang juga dimanfaatkan sebagai campuran pembuatan minyak wangi (Purwanto et al. 2005).
Pemanfaatan jernang secara tradisional
Pemanfaatan jernang sebagai ramuan obat diare dan gangguan pencernaan lainnya. Di Eropa digunakan sebagai bahan baku obat-obatan seperti sakit disentri dan diare serta sebagai astringen pada pasta gigi. Jernang mengandung resin-alcohol, draco-resinotannol dan sekitar 56% bahan tersebut berasosiasi dengan benzoic dan benzoic acid. Di Malaysia, jernang digunakan sebagai bahan pengobatan gangguan pencernaan sedangkan masyarakat Benua menggunakannya sebagai bahan ramuan penyakit kencing darah, sariawan dan sakit perut. Di Yunani, pada masa lalu “dragon’s blood” digunakan sebagai bahan obat sakit mata. Pada zamannya Rumphius, serbuk jernang digunakan sebagai bahan obat penyembuh luka. Sebagai bahan membuat obat-obatan, jernang berkhasiat menghentikan pendarahan, obat luka memar, melindungi permukaan luka bernanah menjadi busuk dan menghilangkan rasa sakit pada luka yang kronis.
Jernang digunakan sebagai bahan pewarna yang memberikan warna merah kecokelatan. Misalnya pewarna industri batik, berbagai jenis kerajinan tangan seperti anyaman daun pandan, rotan dan bahan lainnya. Selain itu, jernang digunakan sebagai pewarna tubuh (ornamental body), pada umumnya digunakan sebagai pewarna merah pada bagian sekitar mata dan tato. Para pelukis menggunakan jernang sebagai bahan pewarna lukisannya yang memberikan warna merah ungu yang indah.
Jernang digunakan sebagai campuran pembuatan minyak wangi
Pada masa lalu, jernang digunakan sebagai dupa karena baunya yang wangi, maka jernang digunakan sebagai pengganti kemenyan sehingga dinamakan “kemenyan merah”. Namun penggunaan jernang sebagai pengganti kemenyan sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Sumatera, karena orang lebih suka menggunakan kemenyan asli yang harganya lebih murah
Jernang dipercaya sebagai bahan penambah tenaga dalam ritual magis. Pembakaran jernang pada dupa menyebabkan meningkatnya tingkat magis pada mantra-mantra yang dibacakan, sebagai penambah minyak dan sabun mandi, dapat juga untuk mengusir setan di sekitar rumah yaitu dengan membakar jernang dan asapnya disebarkan di sekeliling rumah.