Jelajah Jejak si Darah Naga

AIR BULUH, HUTANRIAU – Kaki mungil Furqon dan Reinal (5) berlari-lari kecil menapaki aliran sungai Putat sebatas paha mereka. Kedua anak petani dari desa Air Buluh yang masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK) ini sesekali menyelam ketika melihat aliran sungai yang agak dalam. Sesekali Risma (ibu Furqon), yang berusia 35 tahun mengingatkan mereka ketika melalui batu-batu licin yang tajam. “lambek-lambek…”, teriaknya sambil berusaha mengimbangi langkah Furqon dan reinal yang setengah berlari. Baru seperempat perjalanan menuju pondok Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukik Ijau, Furqon dan Reinal merasa tidak nyaman dengan sandal yang mereka pakai. Batu-batu kecil yang kerap menyelip diantara sandal terasa memperlambat langkahnya. Furqon dan Reinal menitipkan sandalnya kepada Risma dan memilih berjalan tanpa alas kaki.

Jejak Furqon dan Reinal di Hutan Lindung Bukit Betabuh

Hari itu, sebulan setelah hari raya Idul Fitri (29-30 Juli 2017), KTH Bukik Ijau mengadakan syukuran atas keberhasilan penanaman Jernang.  Syukuran ini diadakan di pondok lahan kelola KTH yang berada tepat di jantung Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB), Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Untuk mencapai lokasi tersebut dari pemukiman, ditempuh dengan menaiki sepeda motor sekitar 30 menit menyeberangi sungai Buluh kemudian melintasi areal perkebunan sawit PT. Tri Bakti Sarimas (TBS) sampai ke pinggir hutan. Dari sini lanjut berjalan kaki menyusuri aliran sungai Putat ke hulu sekitar 1, 5 jam.

Syukuran ini dihadiri sekitar 60 orang yang berasal dari KPHL KSS, anggota KTH desa Pantai dan desa Lubuk Ramo, Pendamping kehutanan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi, dan pihak TNI (diwakili oleh utusan dari Koramil). Selain itu juga hadir perwakilan ninik mamak, tokoh masyarakat, dan aparat desa dari desa Air Buluh, serta utusan dari lembaga pendamping, yaitu Yayasan Hutanriau dan Perkumpulan Scale Up.

Furqon, Reinal, Risma dan 7 orang lainnya adalah rombongan terakhir yang berjalan menuju pondok. Kira-kira setengah perjalanan, kami memutuskan untuk istirahat sejenak. Dengan sigap Furqon dan Reinal menceburkan diri ke aliran sungai sebatas dadanya. Kedua bocah itu kemudian mengumpulkan batu-batu sungai dan mulai menyusunnya bersama Fajar (26). Sepuluh menit berlalu kedua bocah ini mulai bosan, “Copek la maak” teriak Furqon kepada Risma yang saat itu tengah hamil 3 bulan. Risma menjawab, ”Sabar nak, orang-orang yang lain masih letih dan perlu istirahat”.

Setelah dua puluh menit beristirahat, rombongan melanjutkan perjalanan. Sekitar dua puluh meter di depan pondok, Furqon berlari menghampiri Pak Haris, kepala KPHL KSS yang sudah tiba lebih dulu bersama rombongan lainnya. Pak Haris menyambutnya dengan kegembiraan dan canda meninggalkan Furqon di kampung.

Furqon tiba di pondok

Jernang (Daemonorops Draco) dan KTH Bukik Ijau

Jernang adalah resin berwarna merah dari buah rotan jenis Daemonorops. Di luar negeri lebih dikenal dengan Dragon’s blood atau darah naga (https://id.wikipedia.org/wiki/Jernang). Di bidang kedokteran Jernang dapat dijadikan bahan obat pendarahan, operasi dalam, liver, hepatitis. Komponen kimia yang terkandung di dalam getah Jernang, dapat digunakan sebagai bahan pewarna dalam industri marmer, porselin, pewarna kain dan vernis untuk berbagai jenis ornamen (Matangaran dan Sari, 2011).

Jernang (Daemonorops draco

KTH Bukik Ijau adalah sekelompok petani dari desa Air Buluh yang dibentuk pada 23 Oktober 2016. KTH ini dibentuk atas keprihatinan terhadap kondisi hutan dan sungai yang semakin rusak akibat pembalakan liar dan perambahan. Air Buluh adalah desa yang sebagian wilayahnya berada di lereng bukit barisan Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB). Sebagian besar masyarakat desa ini masih menggunakan sungai (batang) buluh sebagai sumber utama pemenuhan air bersih. Sebelum bersepakat membentuk KTH, 90 % anggota KTH ini hidup dari mengambil kayu di hutan (logger). Dengan keterbatasan informasi yang mereka miliki, karena berada di ujung batas Provinsi Riau dan Sumatera Barat, masyarakat desa ini tidak memiliki penghidupan yang layak di tengah-tengah kayanya sumber daya alam di HLBB. Berawal dari tiga orang pencari Jernang, saat ini KTH Bukik Ijau beranggotakan 30 orang dengan visi yang sama yakni, mewujudkan Masyarakat Sejahtera Hutan Terjaga.

Jernang dipilih sebagai komoditas utama yang mereka budidayakan. Selain itu juga Pasak bumi (Eurycoma longifolia), Barangan (Chest Nut), Tempayang (Firmiana affinis), Tampui (Baccaurea macrocarpa), Petai (Parkia speciose), Kabau (Archidendron bubalinum) dan Durian (Durio zibethinus). Sebagai komoditas utama tentunya harga jual Jernang paling tinggi diantara komoditas lain yang dibudidayakan. Dengan metoda agroforestry, KTH ini mendapatkan perhatian dari banyak pihak termasuk KPH KSS sebagai pengelola HLBB.

Syukuran

Tujuan diadakan kegiatan ini selain merayakan keberhasilan penanaman Jernang, juga atas berdirinya sebuah pondok di lahan kelola tersebut. Pondok tersebut dibangun oleh kelompok secara swadaya ditambah sedikit bantuan dari KPHL KSS sejumlah 7 juta rupiah. Pondok yang dibangun berukuran 4×6 m ditambah teras seluas 3×3 m. Pondok ini dibangun dengan kontruksi rumah panggung dengan tinggi ± 2 m dari tanah dengan material dari kayu dan atap seng.

Penanaman ini didukung oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kuantan Singingi Selatan (KSS) melalui program reboisasi dan penanaman jernang di kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB) Desa Air Buluh.

Setelah maghrib dilakukan ritual memotisi tanah oleh tetua (orang pandai di kampung) yang bernama Pak Amir. Menurut ketua KTH Bukik Ijau, Hendriyanto (38), ritual ini merupakan kepercayaan tempatan untuk mengukuhkan wilayah kelola baru dengan memberitahukan sekaligus meminta izin kepada seluruh penghuni hutan bahwa wilayah tersebut akan dikelola oleh mereka (manusia).

Setelah memotisi tanah selesai dilanjutkan dengan makan bersama seluruh undangan. Kemudian seremonial acara diisi dengan sambutan dari ketua KTH Bukik Ijau, Pembina KTH, Kepala KPHL KSS, Pendamping Kehutanan Provinsi. Setelah itu dibuka sesi tanya jawab mengenai rencana tindak lanjut kegiatan KTH dan strategi memperoleh izin pengelolaan kawasan hutan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi. Diskusi malam itu berakhir sekitar pukul 22.30 WIB dan sebagian undangan beristirahat sedangkan sebagian lagi masih lanjut bercerita sambil menikmati kopi. Beberapa orang bahkan memilih berkeliling hutan mencari kancil, napuah atau kijang (dalam bahasa setempat disebut malompu).

Kunjungan Kepala KPH Singingi

Pagi hari, setelah mandi dan sarapan, kegiatan dilanjutkan dengan seremonial penanaman Jernang. Seremonial ini dilakukan oleh perwakilan KPHL KSS (Pak Haris), perwakilan Koramil (Pak Azhari) dan perwakilan Pendamping Kehutanan Provinsi (Pak Rudi). Setelah itu melihat kebun Jernang yang baru ditanam dan juga rumpun indukan Jernang yang dipelihara di sekitar pondok. Setelah makan siang, para undangan berangsur pulang. Sementara anggota KTH dan LSM pendamping membersihkan areal sekitar pondok sebelum meninggalkan lokasi.