Selasa, pukul 02.00 dini hari (18/2) kelompok tani hutan dari Kuantan Singingi mengetuk pintu kantor Yayasan Hutanriau membawa 600 kg buah Tampui, 100 kg Barangan (Chestnut/Kacang keju) dan 25 buah durian daun. “Bantu kami (men) jual hasil hutan bang!” pinta Sunardi, ketua kelompok tani Sungai Manggis Sejahtera pada salah satu staf Hutanriau yang membukakan pintu.
Pukul 09.00 WIB, lima orang anggota kelompok tani tersebut meluncur ke jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru untuk menjual hasil hutan yang mereka bawa. Dibantu dua orang staf Yayasan Hutanriau, mereka menetapkan tempat untuk memajang buah-buahan langka tersebut.
Kebanyakan dari pembeli yang singgah hanya karena penasaran, sedikit diantaranya yang memang mengenal buah tersebut dengan nama berbeda sesuai daerah asal masing-masing.
“Saya pernah makan buah ini semasa kecil, sekarang sudah tak ada lagi” ujar pak Budi (bukan nama sebenarnya), seorang pembeli yang berasal dari Teratak Buluh.
“Di kampung kami kapunduang namonyo!” imbuh bu Rina (40), seorang pembeli dari Sumatera Barat.
“Seperti apa rasanya bang?” tanya seorang mahasiswa perempuan yang tak ingin disebutkan namanya. “Silakan dicoba dulu kak, ini testernya,” jawab Rusli (19), anak petani yang menjaga dagangan buah tersebut dengan ramah.
Tampui (Baccaurea Macrocarpa)
Buah Tampui rasanya manis jika sempurna masaknya, namun akan sedikit terasa asam jika buah belum matang benar. Kulit buahnya berwarna oranye tua, ukuran dan isi buahnya seperti manggis berisi 4-7 biji tergantung besar buah tersebut.
Tampui dikenal sebagai buah hutan yang memiliki rasa dan bau yang khas. Buah ini biasanya banyak ditemui di pinggir atau dalam hutan, keberadaannya yang semakin langka mendorong kelompok tani hutan di Kuantan Singingi untuk membudidayakanya sejak setahun lalu.
“Saat ini kami masih panen buah dari rimbo (hutan)” jelas Rusli, pemuda dari desa Air Buluh, Kuantan Singingi.
Di Kuantan Singingi, ada dua jenis tampui, pertama dikenal dengan Tampui Nasi karena isinya berwarna putih, sedangkan jenis kedua disebut Tampui Kunyik karena warnanya kuning/ oranye seperti warna kunyit.
Selain di Kuantan Singingi, buah ini banyak ditemukan di daerah Kampar, Rohul, Rohil dan sekitarnya di Provinsi Riau.
Barangan (Chestnut/ Kacang Keju/ Castanopis argentea)
Barangan (Chestnut/ Castanopis argentea), di Pulau Jawa dikenal dengan nama Saninten. November 2019 lalu, buah ini dijadikan ikon Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Barangan termasuk salah satu jenis tumbuhan yang kini dilindungi sesuai peraturan Menteri LHK nomor 92 tahun 2018.
Di Kuantan Singingi, barangan ini dikenal terdiri dari dua jenis, yang pertama Barangan Ghunjo kulitnya berduri-duri seperti ikon yang diangkat KLHK tersebut. Jenis kedua adalah Barangan Ghumpal, kulitnya bertekstur kasar namun tidak berduri. Isi dan rasa keduanya sama persis.
“Kami ingin meningkatkan pengetahuan publik bahwa hasil hutan bukan kayu (HHBK) bernilai ekonomi tinggi sehingga perjuangan masyarakat untuk membudidayakan, memanfaatkan, menambah nilai dan melindungi hasil hutan ini juga mendapat dukungan publik” ujar Melki Rumania, Direktur Program Yayasan Hutanriau saat ditemui di Pekanbaru.
“Rasanya antara umbi dan kacang, setelah digonseng/ sangrai akan mengeluarkan bau harum yang khas”, jelas Mat Gazali, salah seorang anggota kelompok tani hutan dari Kuantan Singingi.
Berangan dikategorikan sebagai umbi-umbian daripada kacangan. Negara Perancis, Eropa, dan Amerika memanfaatkan tanaman itu sebagai cemilan dan campuran untuk sayuran. Pada musim dingin, Chesnut banyak dijual di jalan-jalan Amerika. Buah ini dapat juga dijadikan tepung. Tepung ini kalau di Eropa dan Amerika, dipergunakan untuk bahan roti, kue, dan kue dadar, serta pencampur pembuatan sup dan kuah. Pengolahan lain buah Berang dapat juga dijadikan kopi (https://www.kompasiana.com/elrayyannews/5c60ecb7aeebe17be3058dea/pohon-berang-berangan-tanaman-yang-hampir-punah).
Masih penasaran akan buah langka ini? Kunjungi aja lapak kelompok tani hutan ini, Rabu pagi mulai pukul 10.00 WIB di jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru.