Ketika mereka menyelamatkan tutupan terakhir Bukit Betabuh

Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB) adalah koridor rimba antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SM BRBB). Karena letaknya terhampar di antara perbatasan Provinsi Riau – Sumatera Barat dan Riau – Jambi, hutan lindung ini kaya akan flora dan fauna endemik.

Saat ini, kondisi Hutan Lindung Bukit Betabuh kritis, karena ekspansi perkebunan kelapa sawit dan aktifitas pembalakan liar. Bukit Betabuh berada di Kabupaten Kuantan Singingi dengantegakan hutan (Hutan Sekunder) tersisa 15.902 hektar dari total 43.541 hektar (citra satelit, BPKH XIX, 2015).

Tegakan hutan Bukit Betabuh
Tegakan hutan Bukit Betabuh

Peraturan Pemerintah No 6/2007 jo PP. 3/2008 mengamanatkan pengelolaan hutan dilaksanakan dalam bentuk Kesatuan Pemangku Hutan (KPH). Bukit Betabuh termasuk dalam wilayah kerja UPT KPH Singingi. Sejak 2016, Hutanriau telah melakukan penguatan masyarakat di Desa Air Buluh. Desa ini berada di Kecamatan Kuantan Mudik, Kuantan Singingi, Riau dengan luas sekitar 7.000 Ha.  Populasainya 842 jiwa dari 208 KK, 433 orang di antaranya laki-laki dan 409 perempuan (BPS 2010). Berdasarkan usia, penduduk didominasi oleh usia anak-anak dan pemuda usia produktif. Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata hanya sampai Sekolah Dasar (SD) dan tidak sekolah.

Mata pencaharian penduduk umumnya di bidang pertanian dan peternakanKawasan HLBB merupakan sumber utama penghidupan masyarakat desa Air Buluh. Jauh sebelum periode kerajaan Pagaruyung berjaya di daratan Sumatera, masyarakat ini telah bermukim dan beraktifitas di kawasan yang saat ini dijadikan sebagai Hutan Lindung tersebut. Meskipun pemukiman masyarakat tidak lagi berada di dalam kawasan HLBB, namun sumber penghidupan utama mereka masih bergantung sepenuhnya terhadap hasil hutan.

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) sangat menunjang kehidupan masyarakat. Jernang, Gaharu, durian, pasak bumi, rotan, manau dan berbagai jenis buah-buahan hutan adalah jenis HHBK yang paling banyak dimanfaatkan. Melalui penyadaran masyarakat mengenai ketergantungan mereka terhadap sumber air dan hasil hutan, Hutanriau berhasil mendorong pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukik Ijau pada 2016. Saat ini telah terbentuk 5 KTH lagi di desa tersebut. Namun upaya perlindungan hutan belum maksimal hanya dengan pembentukan KTH, ketika akar persoalan mengenai sumber penghidupan belum terjawab: kesejahteraan.

Perjalanan menyusuri sungai ke lokasi pondok kerja dalam kawasan hutan

 

Sebagian kecil masyarakat masih tidak punya pilihan selain bekerja sebagai pembalak liar dan perambah hutan.  Mereka didukung pemodal dari provinsi tetangga, karena batas wilayah HLBB ini juga merupakan batas Provinsi Riau dengan Sumatera Barat. Terdapat juga praktik jual beli lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang juga terindikasi didukung oleh cukong/investor. Menurut informasi dari penduduk Desa Air Buluh, konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit besar-besaran datang dari arah Sumatera Barat.

Dalam pengelolaan kawasan HLBB, Yayasan Hutanriau mendorong KPH Singingi untuk melakukan pengelolaan kawasan hutan berbasiskan masyarakat. Sehingga sampai saat ini, sudah ada 12 Kelompok Tani Hutan tersebar di beberapa desa sepanjang Hutan Lindung Bukit Betabuh yang melakukan perlindungan dan pengelolaan hutan.

sisa pondok kerja yang sudah jadi abu

Namun upaya ini memiliki tantangan tersendiri. Kamis, 1 November 2018, seorang warga mengabarkan terbakarnya pondok kerja KTH Bukik Ijau di kawasan HLBB. Pelaku terindikasi merupakan pihak yang terdesak dengan aktifitas perlindungan hutan yang dilakukan KTH. Hal ini dibuktikan adanya pesan ancaman yang ditinggalkan di sisa bangku kayu yang terbakar dan bekas tanaman yang dicincang. KPH telah melaporkan kejadian itu kepada pihak yang berwajib dan saat ini sedang dalam penyelidikan. (WA)